Kehadiran Tambak Udang di Sungai Limau Berdampak Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat.

0 501

Sungai Limau, Tinta Rakyat – Pengembangan budidaya udang, merupakan salah satu program prioritas dalam pembangunan perikanan budidaya di Indonesia. Selain potensi sumberdaya lahan yang sangat besar, pengembangan usaha budidaya udang juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara, serta menciptakan lapangan kerja dan kesempatan usaha yang cukup luas. Khususnya bidang sarana penunjang, seperti usaha pembenihan (hatchery) pabrik pakan, peralatan tambak dan usaha penanganan hasil.

Budidaya udang di Indonesia, khususnya udang windu atau vename (penaeus monodon) mulai berkembang pesat sejak tahun 1987. Pada awalnya, usaha budidaya udang dilakukan hanya oleh pembudidaya tambak dengan skala kecil. Namun, dengan semakin menariknya usaha budidaya udang, terutama untuk kebutuhan ekspor. Saat ini, sektor swasta mulai menanamkan modalnya di bidang usaha ini dengan skala besar.

Hingga saat ini, usaha pembudidayaan udang tersebut, sudah merambah hingga ke pesisir pantai Sumatera Barat. Hampir di setiap Kabupaten dan Kota daerah pesisir, memiliki tambak udang dengan berbagai luas dan kepemilikannya. Mulai dari usaha tradisional hingga dalam skala besar, dengan menerapkan berbagai macam teknologi yang ada. Seperti, teknologi sederhana (ekstensi), teknologi madya (semi-intensif) dan teknologi maju (intensif).

Terkait dengan itu, awak media mencoba melakukan peninjauan dan wawancara khusus dengan seorang pengusaha muda Haji Ardijon Direktur PT. Dinafa Bunga Tanjung. Beliau adalah pemilik tambak udang seluas lebih kurang 3,5 Hektare, yang berlokasi di Lohong Korong Padang Karambie Nagari Kuranji Hilir Kecamatan Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman.

Ketika ditemui media di kantornya, pada Jum’at (9/7). H. Ardijon menceritakan hasil pertemuan saat bersilatuhrami dengan Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, SE. MM, di kediamannya beberapa waktu lalu. Dikatakannya, saat itu Bupati Suhatri Bur berpesan. Agar usaha tambak udang yang dimilikinya, harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Yaitu, jarak tambak dari bibir pantai, minimal sepanjang 100 meter dan dilengkapi dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi terkait. Seperti kesesuaian tata ruang dan titik koordinat, analisa dampak lingkungan serta memperhatikan kearifan lokal masyarakat setempat.

Semua pesan Bupati itu telah dipenuhinya, mulai dari mengurus semua izin dan rekomendasi, hingga keterlibatan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja dan mitra usaha. Sehingga, kehadiran tambaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan Pemerintah Nagari.

Saat media melakukan konfirmasi melalui sambungan telepon dengan Camat Sungai Limau Drs. Arlis, dikatakan. Bahwa kehadiran tambak udang, merupakan salah satu alternatif yang sangat bagus dalam pemulihan ekonomi dimasa Pandemi Covid-19 ini. Azaz manfaatnya juga sangat dirasakan oleh masyarakat setempat. Terutama dengan terbukanya lapangan kerja bagi anak Nagari dan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Seperti, masyarakat mulai berwirausaha sebagai pedagang udang dalam skala kecil dan berusaha di sektor transportasi dalam pengiriman hasil panen atau kebutuhan tambak lainnya.

“Dengan banyaknya bermunculan usaha tambak udang di Kabupaten Padang Pariaman, khususnya di wilayah Kecamatan Sungai Limau, jelas akan memanfaatkan lahan tidur menjadi produktif. Tentunya, ini akan memberikan dampak peningkatan ekonomi yang signifikan bagi Nagari setempat. Dengan syarat, kehadirannya juga tidak merusak lingkungan dan ekosistem. Serta tidak mengganggu situasi keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat”. ujar Arlis yang akrab disapa Andah itu.

Secara terpisah, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi juga meminta Bupati dan Walikota. Agar potensi tambak udang, diakomodasi dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota. Agar pelaksanaannya bisa sesuai dengan aturan dan kondisi Daerah, serta memberikan kenyamanan berusaha bagi investor.

Menurutnya, tambak udang punya potensi besar dalam menggerakkan perekonomian Daerah. Namun perkembangannya harus sesuai dengan aturan, yaitu berada pada kawasan yang sudah diperuntukkan berdasarkan Perda RTRW.

“Bagi daerah yang usaha tambak udangnya telah berkembang, namun belum terakomodasi dalam Perda RTRW. Harus dicarikan solusi untuk dibuatkan dasar hukum yang jelas, menjelang bisa diakomodasi dalam Perda,” kata Buya Mahyeldi yang baru saja kembali dari kunjungan kerja ke Lampung, untuk melihat keberhasilan usaha tambak udang disana.

Merevisi Perda RTRW ungkap Buya Mahyeldi, perlu waktu yang relatif lama. Sementara, usaha tambak udang terus berjalan dan berkembang dengan pesat. Tidak boleh ada kekosongan aturan dalam hal itu, karenanya bisa coba dicek apakah bisa dibuat Perbup atau Perwako menjelang Perda direvisi.

“Saat ini, potensi lahan yang bisa dimanfaatkan Sumatera Barat sekitar 7.700 hektare. Tetapi itu bisa bertambah, seiring ketertarikan investasi bidang tambak yang terus meningkat. Hal ini terlihat, dengan adanya upaya mengubah peruntukan lahan kebun sawit, dari kawasan perkebunan menjadi kawasan usaha perikanan atau lahan tambak”. ujar Mahyeldi.

Mahyeldi menekankan, kita harus belajar dari tambak udang yang ada di Lampung. Ada potensi pendapatan bagi Pemerintah Daerah, dari Retribusi tambak tersebut. Untuk Provinsi Lampung Retribusi yang ditetapkan dengan Perda, dengan besarannya berkisar antara Rp. 2 juta – Rp.3 juta per hektare per tahun.

Senada dengan itu, Kepala Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Barat Yosmeri menyebutkan. Persoalan lain yang dihadapi para pengusaha tambak udang di Sumbar adalah, lokasi yang berada di sempadan pantai. Namun ada pula persoalan, karena Perda tentang penetapan sempadan itu masih belum ada. Padahal berdasarkan Perpres 51 tahun 2016, sempadan pantai harus ditetapkan dengan Perda Provinsi atau Perda Kabupaten dan Kota.

Ia mengusulkan, untuk sementara Pemerintah Daerah mengambil sikap untuk melakukan moratorium tambak baru yang melanggar aturan. Kemudian, mendorong pengusaha tambak untuk mengurus izin, dengan syarat harus ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

“Kedepan, pembuatan tambak harus sesuai dengan kajian daya dukung dan daya tampung di satu wilayah. Yang nantinya akan diakomodir melalui Perda RTRW  Daerah setempat,” katanya.

Dari data yang diperoleh, sudah ada beberapa Kabupaten dan Kota yang telah merevisi Perda RTRW untuk mengakomodasi tambak. Daerah itu diantaranya, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Sementara Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai masih belum melakukan revisi Perda. Tetapi dalam Perda RTRW nya yang lama itu, sudah ada peruntukannya bagi usaha perikanan. (AS)

Ads

IMG-20230107-WA0016
20221218_171931
IMG-20221218-WA0002
20240106_175354
IMG-20230107-WA0016 20221218_171931 IMG-20221218-WA0002 20240106_175354

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Do NOT follow this link or you will be banned from the site!