KEBIJAKAN SERAGAM SEKOLAH.

Catatan : Tomi Dt. Tanbijo *)

0 117

Pariaman, TINTA RAKYAT – Ada-ada saja yang akan dijadikan masalah. Gara-gara hal kecil, berubah total hal-hal besar yang telah berjalan cukup baik selama ini. ‘Sakali aia gadang, sakali tapian barubah’. Berganti orde, bertukar pula kebijakan. Begitulah, kebijakan di tangan-tangan kekuasaan. 

Penggunaaan seragam sekolah, yang selama ini diserahkan kebijakannya kepada Pemerintah Daerah sebagai bagian dari otonomi daerah. Kemudian pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Daerah, telah berjalan cukup baik. Kini justru dipermasalahkan. Dan mau diutak-atik kembali.

Kini, lahir pula Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri soal aturan penggunaan seragam sekolah. Kebijakan soal seragam siswa diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Dikendalikan secara sentralistik. Intinya, semua pakaian siswa sekolah negeri, mesti seragam di seluruh Indonesia.

Dalam SKB, tak diperbolehkan sekolah-sekolah negeri menggunakan seragam yang mengarah atau mencirikan pakaian agama tertentu. Salah satu yang dimaksud negara melalui SKB 3 Menteri di sini, adalah tak membolehkan pakaian muslim dijadikan sebagai seragam sekolah.

Kenapa disebut negara tak membolehkan pakaian muslim sebagai seragam sekolah. Sebab SKB 3 Menteri soal aturan dan kebijakan penggunaan seragam sekolah, muncul setelah hiruk pikuk kasus seragam sekolah yang terjadi di SMKN 2 Padang Sumatera Barat, baru-baru ini.

Persoalannya, di SMKN 2 Padang ada siswa non-Islam ditemukan memakai seragam sekolah, yang secara jelas seragam itu mencirikan pakaian muslim. Pakai rok panjang, baju lengan panjang dan berhijab. Soal seragam sekolah ini, SMKN 2 jelas menjalankan dan mematuhi aturan Daerah.

Soal ini, kemudian ada pihak yang menyebut, penggunaan seragam sekolah ala pakaian muslim di sekolah-sekolah negeri, seperti di SMKN 2 Padang adalah bentuk pemaksaan bagi siswa non-muslim, bila di sekolah tersebut terdapat siswanya yang beda agama atau non-muslim.

Kebijakan soal pakaian muslim sebagai seragam sekolah-sekolah negeri di Padang, dan di Sumatera Barat umumnya, kecuali di Mentawai, itu bukanlah hal baru. Kebijakan itu bukan hari ini saja diterapkan. Aturan seragam sekolah berpakaian muslim, telah diberlakukan sejak lama di Sumatera Barat.

Pemberlakuannya, bukan pula karena ujuk-ujuk. Apalagi pakai jurus Bim salabim. Atau sekedar hanya keinginan Kepala Daerah. Tapi, penerapannya berdasarkan pada Peraturan Daerah (Perda). Aturan hukum yang dibuat bersama oleh Kepala Daerah dan DPRD sebagai wakil masyarakat.

Artinya, Perda sebagai aturan pelaksanaan kebijakan daerah soal seragam sekolah, adalah produk hukum. Produk hukum yang telah mengikat masyarakat di Daerah dimaksud. Sebagai produk hukum, ini tentu dipatuhi dan ditaati bersama oleh semua pihak, tanpa terkecuali.

Sebagai produk aturan hukum di daerah, Perda tentang pakaian muslim sebagai seragam sekolah, pasti punya rujukkan hukum yang jelas. Pasti mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai aturan yang lebih tinggi. Mustahil, bila Perda tidak ada acuan UU-nya.

Artinya, Perda aturan seragam sekolah yang diterapkan di daerah adalah produk hukum yang legal. Punya dasar hukum. Kalaupun Pemerintah Pusat mau mengambil alih atau inisiasi mau mengganti kebijakan tersebut, mestinya melalui proses hukum dan cara-cara yang legal pula. Evaluasi dulu kek.

Kalau Perda bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, suruh kepala daerahnya mencabut aturan tersebut. Setelah itu rumuskanlah bentuk aturan hukum baru sebagai dasar pelaksanaan kebijakan penggunaan seragam sekolah. Bukan ujuk-ujuk membatalkan Perda dengan SKB 3 Menteri.

Yang jadi pertanyaan, apakah SKB 3 Menteri secara otomatis bisa mencabut aturan Perda, meski Perda itu dinilai bermasalah? Apa iya, begini cara bertata negara dalam melahirkan produk hukum yang baik dan benar? Kalau semua diatur oleh Pusat, apa guna dan pentingnya Pemerintahan Daerah?

Yang jelas, sepanjang Perda sebagai dasar hukum pelaksanaan kebijakan seragam sekolah tak dicabut atau dibatalkan secara hukum, artinya aturan tersebut tetap berlaku sebagaimana mestinya. Kalau ada yang ribut, itu cuma sekedar bikin ribut. Kalau mau membatalkan, silahkan gugat Perda tersebut.

Setiap produk hukum, apalagi aturan Daerah, baik yang baru lahir maupun yang telah berjalan, pasti ada saja pro dan kontra. Ada plus minus, ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang sedikit dirugikan. Itu hal wajar. Karena bikinan manusia. Sepanjang bikinan manusia, tak pernah akan sempurna.

Menurut penulis, satu hal plus dari Perda seragam sekolah berpakaian muslim yakni, siswi. Terutama tingkat SMP dan SMA, tubuh mereka lebih tertutup. 

Mereka tak lagi berpakaian menor dengan rok pendek, sempit, baju putih transparan dan rambut tergerai. Kondisi yang sangat rentan mengundang syahwat lawan jenis.

Berpakaian muslim yang tertutup sebagai seragam sekolah, selain menutupi aurat, para siswi sedikit lebih aman dari mata para pelaku kejahatan syahwat. Minimal menjadi upaya preventif, meminimalisir niat dan kesempatan para pelaku berbuat tak senonoh melakukan aksi bejad. (AS)

*) Wartawan, Pemerhati Kebijakan Publik dan Penggiat Pariwisata.

Ads

IMG-20230107-WA0016
20221218_171931
IMG-20221218-WA0002
20240106_175354
IMG-20230107-WA0016 20221218_171931 IMG-20221218-WA0002 20240106_175354

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Do NOT follow this link or you will be banned from the site!