Catatan Kecil, tentang Kepemimpinan Ali Mukhni.

Oleh : Fauzi Al Azhar *)

Pariaman, TINTA RAKYAT – Tanggal 16 Februari 2021, merupakan hari terakhir amanah jabatan Bupati Padang Pariaman pada pundak Bapak Ali Mukhni (AM – selanjutnya menjadi inisial dalam penulisan ini terkait Bupati Ali Mukhni). Hari-hari terakhir masa jabatan tersebut, menjadi inspirasi bagi banyak pihak. Terutama mereka yang memiliki hubungan emosional dengan AM, untuk menuliskan apresiasi atas kepemimpinan beliau melalui media sosial. Setiap orang, tentu memiliki relasi dan kenangan yang berbeda dengan AM. Begitu juga dengan penulis, walaupun dalam tataran ranah Pemerintahan di Padang Pariaman penulis bukan siapa-siapa. Penulis memiliki catatan dan cara pandang tersendiri terhadap AM. Catatan tersebut, merupakan sebuah proses dalam perjalanan karir penulis. Baik dalam pergerakan roda Pemerintahan di Kabupaten Padang Pariaman maupun dalam tataran manajemen Pemerintahan Desa secara Nasional.

Visi 100 Nagari.
Periode pertama kepemimpinan AM (2010 – 2015) yang berpasangan dengan Damsuar, tagline kampanyenya ADAM. Salah satu program Pemerintahan yang diusung ketika itu adalah, fasilitasi pemekaran Nagari menjadi 100 Nagari pada akhir 2012. Pada awal periode kepemimpinan AM, jumlah Nagari di Kabupaten Padang Pariaman adalah 60 Nagari. Kondisi ini mempengaruhi pelaksanaan pelayanan publik di tingkat Nagari. Berawal dari kondisi tersebut, AM menetapkan program 100 Nagari pada akhir tahun 2012.

Kepemimpinan Ali Mukhni.
Bottom Up, merupakan gaya kepemimpinan AM dalam proses pemekaran Nagari. Walaupun memiliki program 100 Nagari dengan target pada akhir 2012. Selama penulis menjadi tim di Bagian Pemerintahan Nagari Sekretariat Daerah Kabupaten Padang Pariaman, penulis tidak pernah mendapat informasi atau perintah dari Kabag Pemerintahan Nagari Hendri Satria, AP, M.Si untuk memproses kebijakan dari AM. AM tidak pernah melakukan intervensi dalam proses.

Semua proses pengajuan pemekaran, berjalan tanpa ada tekanan dari atas. Proses lebih mengedepankan kepada pola musyawarah mufakat di level Nagari. Kesepakatan dalam sebuah Nagari, menjadi patokan dasar dalam pelaksanaan pemekaran. Nagari yang tidak mendapat kata sepakat di forum internal Nagari terkait proses pemekaran, maka tidak berlanjut prosesnya. Ada beberapa Nagari yang memiliki dinamika internal, terkait kesepakatan pemekaran. Diantaranya adalah Nagari Pilubang, Nagari Lurah Ampalu, Nagari Campago untuk wilayah utara, dan Nagari Kudu Gantiang (- kecuali usulan Kudu Gantiang Barat). Padahal secara sosiologis dan historis, AM memiliki keterikatan dengan Campago maupun Kudu Gantiang.

Moratorium pemekaran Desa dan Kelurahan melalui Surat Menteri Dalam Negeri nomor 140/418/PMD tanggal 13 Januari 2012 yang ditindaklanjuti dengan surat Gubernur Sumatera Barat nomor 140/563/Pem-2012 tanggal 13 April 2012, tidak menyurutkan semangat AM dalam program 100 Nagari. AM tetap komitmen dengan Visi, yang ditunjukkan dengan munculnya surat Bupati nomor 140/365/Pemnag-2012 tanggal 31 Mei 2012 kepada Gubernur Sumatera Barat perihal Petunjuk Pemekaran Nagari. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memberikan sinyal untuk proses pemekaran, melalui surat Sekretaris Daerah nomor 140/924/Pem-2012 tanggal 25 Juni 2012. Dengan poin kunci, melanjutkan proses pemekaran Nagari dan menetapkan Pemerintahan Nagari Persiapan dengan Peraturan Bupati. Pemerintahan Nagari Persiapan apabila memenuhi persyaratan, dapat didefenitifkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Padang Pariaman. Setelah ditetapkan dan disahkan rancangan Undang-Undang Desa menjadi Undang-Undang.

Dalam proses selanjutnya, kebijakan ini mengalami dinamika pada tingkat legislatif. Bamus DPRD Padang Pariaman, meminta Bupati untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang pemekaran Nagari. Melalui telahan staf Kepala Bagian Pemerintahan Nagari tanggal 5 Desember 2012, AM memilih opsi alternatif kedua dari tiga alternatif yang diajukan. Alternatif kedua adalah meneruskan proses pemekaran Nagari dengan mengajukan Ranperda Empat Puluh Tiga Pemerintahan Nagari Persiapan, dengan tetap mengacu kepada kebijakan surat Sekretaris Daerah nomor 140/924/Pem-2012 tanggal 25 Juni 2012.

Pilihan AM pada alternatif dua, merupakan solusi yang visioner bagi proses pembentukan 43 Nagari. Jika dibanding alternatif pertama yang ikut moratorium maupun alternatif ketiga dengan meneruskan proses pemekaran Nagari, dengan mengajukan Ranperda Empat Puluh Tiga Pemerintahan Nagari. Pilihan ketiga merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan moratorium, dengan menetapkan langsung Nagari defenitif.

Sebagai bagian dari prosedur dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka setiap Perda harus melalui proses klarifikasi, sesuai ketentuan Undang-Undang 12 Tahun 2011. Taat Prosedur, merupakan model kepemimpinan AM dalam kebijakan pembentukan 43 Nagari. AM tidak langsung melakukan implementasi Perda, dengan melantik Penjabat Wali Nagari persiapan maupun kegiatan seremonial peresmian Nagari Persiapan. Perda Pembentukan Empat Puluh Tiga Pemerintahan Nagari, ditetapkan pada akhir Februari 2013 dan diajukan proses klarifikasi ke Gubernur Sumatera Barat pada 18 Maret 2013 melalui surat nomor 188/25/Hk-2013. Dalam paket pengajuan ini terdapat lima Perda.
Perjalanan panjang dan penuh lika liku, menjadi suatu proses yang harus dilalui oleh paket 43 Nagari ini.

Pertama, terjadinya perubahan kebijakan terhadap Perda Pembentukan 43 Nagari persiapan, melalui surat Bupati nomor 188/6/Hk-2014 tanggal 17 Januari 2014. Perubahan kebijakan, dilakukan berdasarkan konsultasi kepala Bagian Hukum Setdakab Padang Pariaman ke Biro Hukum Setdaprov Sumatera Barat.

Kedua, hasil klarifikasi Perda Nomor 1 Tahun 2013 melalui Surat Gubernur Sumatera Barat nomor 188.342/540/Hk-2014, dengan substansi ditangguhkan pelaksanannya dan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Ketiga, AM menugaskan kepala Bagian Hukum Murlis Muhammad dan Kepala Bagian Pemerintahan Nagari Zulkarnaini, untuk konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri pada 23 – 25 Juni 2014. Konsultasi ini didampingi oleh pejabat terkait, dari Biro Hukum dan Biro Pemerintahan Setdaprov Sumbar. Hasil pelaksanaan konsultasi, disampaikan kepada Gubernur Sumatera Barat melalui surat nomor 140/83/Pemnag-2014 dan 140/84/Pemnag-2014 tanggal 10 Juli 2014.

Keempat, AM mengajukan permohonan kepada Gubernur untuk pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2013 melalui surat nomor 188/61/Hk-2014 tanggal 17 September 2014.

Kelima, permintaan ini ditolak oleh Gubernur Sumatera Barat melalui surat nomor 120/930/Pem-2014 tanggal 29 September 2014, dengan substansi Perda direvisi kembali dan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Keenam, AM tetap mengupayakan proses 43 Nagari melalui surat 140/38/Pemnag-2016 tanggal 28 Maret 2016, Perihal Mohon Rekomendasi Pemberian Kode Wilayah Administrasi.

Ketujuh, permohonan AM ini ditolak melalui surat Gubernur nomor 120/228/Pem-2016 tanggal 13 April 2016. AM tidak patah arang untuk penolakan yang ketiga kalinya. Sikap optimis ditunjukkan oleh AM melalui disposisi tanggal 19 April 2016, pada surat dimaksud yang ditujukan kepada Sekdakab Padang Pariaman adalah “disiapkan bahan kembali, dan nanti diminta jadwal Gubernur untuk audiensi”.

Kedelapan, pelaksanaan audiensi antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi dilaksanakan pada 2 Mei 2016. AM menugaskan Wakil Bupati Suhatri Bur dalam agenda dimaksud. Audensi tidak menghasilkan satu titik pandang terhadap Perda nomor 1 Tahun 2013, tetapi menghasilkan satu kesimpulan yaitu perlu dilakukan konsultasi ke Kemendagri.

Kesembilan, konsultasi ke Bina Pemerintahan Desa Kemendagri dilaksanakan pada 13 Mei 2016. AM menugaskan Asisten Pemerintahan, Kabag Pemnag, Kabag Hukum. Sedangkan penulis dalam agenda dimaksud, adalah peserta ‘ilegal’ karena belum ada persetujuan keberangkatan. Tetapi dengan garansi dari Kabag Pemnag, proses legalisasi keberangkatan diproses setelah kembali dari Jakarta. Konsultasi diikuti oleh Ketua DPRD Faisal Arifin, S.IP. dan seluruh anggota Komisi I DPRD Padang Pariaman.

Walaupun dengan label konsultasi, tetapi pelaksanaan diskusi berlangsung dengan pacu adrenalin antar pihak. Baik Pemkab, Pemprov maupun tim Kemendagri yang dipimpin oleh Fernando Siagian, S.STP, M.Si. Masing-masing dengan argumennya, memiliki sudut pandang yang berbeda terkait objek Perda Nomor 1 Tahun 2013. Sampai pada akhirnya membuka dokumen, terkait historis lahirnya kebijakan. Dengan bertitik tolak pada surat moratorium pemekaran Desa, serta surat permohonan petunjuk pemekaran. Maka tim Kemendagri menyimpulkan, bahwa proses pelaksanaan Perda dapat dilanjutkan dengan adanya rekomendasi Gubernur.

Tegas…
Rekomendasi harus dilengkapi persyaratan dokumen, diantaranya adalah tanda tangan basah AM pada dokumen Perda. Untuk proses ini, ada drama pada bulan Mei 2016 di ruangan Bupati. AM menegur Kabag Pemnag dan tidak mau menandatangani dokumen. Sikap tersebut ditunjukkan AM, bahwa proses penandatanganan tidak melalui prosedur, dengan prosedur akhir adalah paraf Sekda. Selesai drama tersebut, AM langsung meninggalkan ruangan dan melakukan cek lokasi pembersihan lahan gedung DPRD di sebelah kantor Bupati.

Hal ini, merupakan murni sebuah kealpaan dalam proses koordinasi antara Bagian Hukum dan Bagian Pemnag. Bahwa proses Perda lahir pada masa jabatan Sekda Mawardi Samah, sedangkan Sekda pada tahun 2016 adalah Jonpriadi. Sehingga, hal ini penulis jelaskan kepada pak Jonpriadi bahwa yang harus memaraf adalah Sekda yang lama. Berdasarkan penjelasan tersebut, pak Jonpriadi menugaskan Kabag Hukum dan Kabag Pemnag untuk menyelesaikan proses tersebut.

Mendengarkan…
Sebuah kesan terakhir penulis dalam proses lika liku 43 Nagari bersama AM, adalah saat minta tanda tangan surat yang akan ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan pada akhir November 2016, terkait kebijakan plafon Dana Desa tahun anggaran 2017. Dalam waktu yang sangat kasip diakhir agenda kunjungan Komisi VIII DPR RI di Kantor Bupati, AM masih mau mendengarkan penjelasan tentang substansi surat serta urgensinya bagi 43 Nagari. Tidak sampai hitungan menit, sambil jalan ke mobil dinas dan proses tanda tangan dilakukan di atas jok mobil di depan ruangan Bagian Humas. Selanjutnya AM melesat bersama rombongan Komisi VIII ke lokasi Asrama Haji Sungai Buluah.

Walaupun upaya untuk mendapatkan plafon Dana Desa tahun 2017, yang sudah dianggarkan dalam APBN Tahun Anggaran 2017 gagal. Tetapi kilas balik proses terkait perjalanan 43 Nagari, memberikan kepuasan tersendiri bagi penulis.
Terima kasih Bapak….
Visimu pelangi bagi Negeri.

*) Mahasiswa Program Studi Kebijakan FISIP UNAN, Dosen STIE Sumatera Barat dan sebagai pelayan masyarakat pada Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman.

Komen (0)
Tambah Komen