Pemilu 2024, Nasionalis -Relijius dan  Relijus-Nasionalis: Dari Mana?

0 5

Nasionalis -Relijius dan  Relijus-Nasionalis: Dari Mana?

Oleh Shofwan Karim   

Tinta Rakyat Sumbar, Beberapa waktu belakangan ada wacana Capres-Cawapres berdasarkan identitas dan aliran politik. Ini dikaitkan dengan keberagamaan. Hal itu sudah ada yg bergumam ketika Joko Widodo dan Ma’ruf menjadi Capres dan Cawapres 2019. Mereka  dikatakan sebagai nasionalis-relijius dan relejius-nasionalis. 

Kini diteruskan lagi. Untuk Capres-Cawapres 2024 kini ha  ngat wacana. Prabowo-Cak Imin dianggap nasionalis-reljius. Begitu pula Anies Baswedan-AHY dianggap relijius-nasionalis. Puan Maharani atau Ganjar Pranowo dg Cak Imin atau Anies. 

Grindra, kapal politiknya Prabowo dianggap nasionalis. PKB, kapal politiknya Cak Imin dianggap relijius. Begitu pula, kalau benar Anies Baswedan menggunakan kapal PKS, maka ini dianggap reljius. Dan AHY, nakhoda Partai Demokrat dianggap nasionalis. Dan Puan atau Ganjar, PDIP adalah nasionalis. 

Istilah nasionalis-relijius dan relijius-nasionalis ini mengingatkan kita kepada kerangka teori lain. Pada 77 tahun lalu, wacana aliran dan identitas sub-idelogi Indonesia disebut Nasionalisme-Sekuler  dan  Nasionalisme-Islami .  

Endang Syaifuddin Anshari-ESA  (1938-1996) dalam Tesis Masternya di MacGill University tahun 1976  yang berjudul : ”Piagam Jakarta 22 Juni 1945 : Sejarah konsensus Nasional antara Nasionalis Islamis dan Nasionalis ‘Sekuler’ tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1949”, mengikhtisarkan penandatangan Piagam Jakarta sebagai terdiri atas dua steriotip tadi.

Mereka adalah Haji Soekarno, Haji Achmad Soebardjo, Haji Abdul Kahar Muzakir, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Haji Mohammad Hatta, Haji Abdul Wahid Hasyim, Haji Agoes Salim dan Haji Mohamamad Yamin.  

Ke-9 mereka sudah sepakat dan menanda tangani piagam Jakarta, 22 Juni 1945 tadi. Akan tetapi seperti yang sudah menjadi sejarah, beberapa puluh jam menjelang pengesahan UUD 18 Agustus Tahun 1945, terjadi perubahan 7 suku kata setelah Ketuhanan, dicoret, menjadi, Ketuhanan Yang Maha Esa dan seterusnya.

Oleh ESA  perubahan menghilangkan 7 kata tadi disebut  sebagai sejarah konsensus Nasional antara Nasionalis Islmis dan Nasionalis “Sekuler”. Terma atau istilah itu di dalam kajian Islam dan hubungannya dengan negara dan politik Indonesia, menjadi melekat dalam khazanah pemikiran sampai beberapa lama. 

Framing itu melekat terus bukan hanya kepada orang atau tokoh tetapi juga kepada partai politik. Menghadapi Pemilu Pertama 1955, partai-partai Islam dianggap beraliran dan beridentias nasionalis Islamis, sedangkan yang lain dibayangkan sebagai nasionalis”sekuler”.

Mengadapi Pemilu 1977, kata sekuler menjadi menjadi viral di kalangan umat Islam ketika keluar testimoni  Nurcholish Madjid (1939-2005),” Islam Yes, Partai Islam, No.” Cak Nur-panggilan akrab beliau waktu itu dituduh berfikir sekuler. 

Kata “sekuler” kemudian muncul istilah “sekularisme”, diperkenalkan pertama kali oleh filsuf George Jacob Holyoake (1817 – 1906) pada tahun 1851. 

Menurutnya, sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip  moral alamiah, terlepas dari agama wahyu atau supernaturalisme. 

Di dunia Islam, istilah “sekuler” pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp (1875-1924), sosiolog terkemuka dan politikus nasionalis Turki. 

Konseptualisasi sekuler dimaksudkannya dalam rangka pemisahan antara kekuasaan spiritual khalifah dan kekuasaan duniawi sultan di Turki Usmani (Kerajaan Ottoman) pada masa itu. 

Ia mengemukakan perlunya pemisahan antara diyanet (masalah ibadah serta keyakinan) dan muamalah (hubungan sosial manusia). 

Kembali ke Cak Nur, ia mengatakan bahwa sekuler –di sini ditekan sebagai sekularisasi, secara sosiologis berbeda dengan sekularime secara filofis. 

Perbedaan keduanya sebangun seperti istilah rasionalisasi dan rasionalisme. 

Setiap muslim, kata Cak Nur, mestinya berfikir dan bersikap rasional. Tetapi tidak harus menjadi rasionalis. Sebab rasionalis berarti mendukung rasionalisme yang katanya itu bertentangan dengan Islam. Karena rasionalisme mengingkari wahyu sebagai media untuk mengetahui kebenaran. 

Begitulah sekuler atau sekularisasi yaitu proses menjadi pentingnya masalah dunia tetapi tidak sekularisme. Menurutnya,  sekularisme secara filosofis memisahkan urusan duniawi dan ukhrawi serta memisahkan total soal agama dan keagamaan dengan urusan kenegaraan. 

Pada wacana lain, ia mengatakan bahwa yang porofan, atau urusan dunia itu penting. Akan tetapi tidak selalu harus dikaitkan dengan yang suci. Partai Politik adalah urusan dunia yang tidak sacral (suci). Oleh karena itu dia mengatakan,  “Islam ya,  Partai Islam, tidak” seperti di atas. 

Pada masa Orba wacana Cak Nur tadi enak di dengar oleh satu kalangan tetapi alerjik bagi kalangan lain. Dan pada ujung masa usianya, Cak Nur tidak mengatakan bahwa Partai Islam itu tidak penting. 

Ternyata pada ketika Habibi turun dan kemudian apa yang menamakan dirinya Poros Tengah, Cak Nur mendukung. Poros tengah para pemimpin parpol Islam dan nasionalis  yang lebih dekat dengan kalangan Islam mendukung  Abdurrahman Wahid (1940-2009) pendiri PKB menjadi Presiden RI sebagai Presiden RI ( 1999-2001) . 

Sejak itu, sebetulnya istilah nasionalis-sekuler dan naionalis-islami selesai. Akan tetpi kini muncul istilah pada judul tulisan ini nasionalis-relijius dan relijius nasionalis. 

Istilah ini kelihatannya seakan-akan  reingkarnasi.  Istilah lama yang di modifikasi. Kata Islami hilang diganti dengan relijius. 

Memang kalau  disigi secara semantik leksikal berbeda, tetapi semantik konseptual rasanya sama.

 Kata nasionalis tetap tetapi kata Islamis diganti menjadi relijius. Wa Allah a’lam bi al-Shawab. 

(Shofwan Karim adalah Ketua PWM dan Dosen PPs UM Sumbar serta Ketua Umum YPKM).

Ads

IMG-20230107-WA0016
20221218_171931
IMG-20221218-WA0002
20240106_175354
IMG-20230107-WA0016 20221218_171931 IMG-20221218-WA0002 20240106_175354

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Do NOT follow this link or you will be banned from the site!