Makna Idul Fitri Sebagai Refleksi Diri Selama Pandemi.

Oleh : Bima Putra *)

0 16

Tinta Rakyat – Hari Raya Idul fitri merupakan momen besar bagi umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di negara kita, Hari Raya Idul fitri dikenal juga dengan sebutan Lebaran. Disaat Lebaran inilah masyarakat merayakannya dengan penuh suka cita. Istilah lebaran tak lepas dari ajaran Islam pertama kali masuk ke Indonesia. Lebaran menjadi bagian dari tradisi dan budaya masyarakat, khususnya pulau Jawa. Dalam penyebarannya, Islam menggunakan istilah-istilah yang dekat dengan masyarakat setempat. Momen lebaran selalu identik dengan kembali ke fitrah dan saling memaafkan. Makna lebaran tak hanya sekadar kembali ke fitrah. Lebaran bisa menjadi ungkapan syukur, kebersamaan, dan budaya yang tetap dijunjung.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lebaran adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal, setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Istilah lebaran ternyata memiliki sejarah asal mula penamaannya. Kata lebaran berasal dari budaya Hindu. Dilansir dari Antara, menurut MA Salamun, istilah lebaran berasal dari tradisi Hindu yang berarti selesai, usai, atau habis. Istilah ini kemungkinan digunakan para Wali agar umat Hindu yang baru masuk Islam pada waktu itu tidak merasa asing dengan ajaran baru yang dianutnya. Asal usul tentang kata lebaran memiliki ragam versi. Dalam bahasa Jawa, lebaran berasal dari kata “wis bar” atau sudah selesai. Bar merupakan bentuk pendek dari kata “lebar” yang berarti selesai. Lebar-an dalam bahasa Jawa artinya Sudah-an/Setelah-an atau Sesudahnya/Setelahnya.

Namun, beberapa sumber tersier menuliskan, kata itu kemungkinan berasal dari bahasa daerah. Ada empat bahasa daerah yang disebut menjadi asal kata Lebaran, yaitu bahasa Jawa “lebar” (selesai), bahasa Sunda “lebar” (melimpah), bahasa Betawi “lebar” (luas), dan bahasa Madura “lober” (tuntas). Konon, ada tulisan dari Mas Ace Salmun Raksadikaria, sastrawan Sunda, yang menyatakan kata itu berasal dari tradisi Hindu pada tulisannya dalam sebuah majalah (1954). Konon juga budayawan Umar Khayam menyatakan bahwa tradisi perayaan Lebaran dimulai pada abad ke-15 di Jawa oleh Sunan Bonang, salah seorang anggota Wali Songo.

Idul Fitri di masa pandemi ini, setidaknya dapat mengarahkan manusia kepada hikmah yang mendorong untuk mencapai fitrah tersebut. Sehingga akan terbangun kekuatan spiritual dan emosional untuk siap bangkit dari keterpurukan akibat dampak yang muncul dari adanya wabah Covid-19.

Hadirnya Idul Fitri di masa pandemi, juga memberikan kita hikmah. Untuk mampu memaknai, peristiwa yang menimpa jutaan manusia di berbagai belahan dunia. Apa yang terjadi, tentu ada sebab yang melatar belakangi. Tidak mungkin sebuah peristiwa terjadi tanpa ada sebab. Kita patut merenung, bahwa manusia dianugrahi keilmuan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang memberikan maslahat umat manusia. Bukan sebaliknya, memanfaatkan untuk suatu kepentingan tertentu dalam rangka meraih keuntungan sebesar-sebesarnya tanpa menghiraukan berbagai pihak yang dirugikan. Tidak heran, Allah SWT menegur umat manusia dengan menjadikan peristiwa pandemi sebagai peringatan dan ujian, agar kita mampu mengambil hikmah dari pesan yang dikirim. Sehingga akan memperbaiki keadaaan yang ada, dengan perubahan-perubahan yang positif untuk kepentingan bersama. Kita harus menyadari, bahwa di dunia ada skenario di balik skenario. Manusia boleh merencanakan sesuatu, namun Allah lah yang akan menjadi penentu. Berikut beberapa makna dari hari raya idul fitri :

1. Mengembalikan Kita Kepada Fitrah.
Hari Raya Idul Fitri mengembalikan kita kepada fitrah. Kepada kondisi, seolah-olah seperti bayi yang suci dan baru dilahirkan. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

2. Sebagai Media Penyambung Silaturahmi.
Makna dan hikmah idul fitri adalah sebagai media penyambung silaturahmi. Mungkin saja selama ini kita terlalu sibuk hingga jarang berkomunikasi dengan teman, kerabat, bahkan keluarga besar. Idul fitri menjadi momen untuk kembali menyambung tali silaturahmi. Dalam kondisi wabah corona, tentu kita tidak bisa saling bersilaturahmi dengan berkumpul, seperti yang biasa dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Satu-satunya jalan silaturahmi yang dapat kita lakukan saat ini, agar tidak mempercepat penyebaran, adalah lewat media sosial. Bertemu sapa melalui video call atau video conference. Walau tidak bisa bercengkrama secara langsung, semoga melalui media sosial juga tetap dapat mempererat silaturahmi kita.

3. Hari Kemenangan dari Hawa Nafsu.
Saat puasa berakhir, Allah memerintahkan kepada umat muslim untuk merayakannya. Merayakan bahwa muslim yang berpuasa, telah berhasil mengendalikan dirinya dari hawa nafsu berlebihan dan perbuatan yang buruk. Diri sendiri adalah lawan terberat untuk dilawan. Kadang, ada saja beberapa hal yang kurang baik, yang kita betah untuk melakukannya. Kemudian sulit untuk lepas dari kenyamanan berbuat tidak baik. Puasa menjadi alternatif yang diberikan oleh Allah untuk kita mengendalikan diri. Merayakan keberhasilan menahan hawa nafsu menjadi makna dan hikmah idul fitri.

4. Sebagai Titik Awal Menjadi Lebih Baik.
Hikmah Idul Fitri menjadi titik tolak bagi kita, menjadi awal untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Selama tiga puluh hari penuh kita menempa diri dengan kebaikan melalui ibadah puasa, shalat, mengaji, dan membayar zakat. Hasil ibadah kita memiliki makna dan hikmah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kondisi wabah corona memang menyulitkan kita dalam segala hal. Kita jadi tidak dapat merayakan Idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, walau dalam kondisi seperti ini, kita harus tetap saling peduli, berbuat kebaikan kepada sesama, agar dapat sama-sama bertahan menghadapi pandemi.

5. Mengingatkan Untuk Terus Bersyukur.
Hari Raya Idul fitri menjadi momen penuh makna dan hikmah, yang mengingatkan kita untuk terus bersyukur. Bersyukur bahwa kita masih memiliki kesempatan untuk hidup. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk menikmati berkah bulan Ramadhan. Bersyukur masih dapat bertemu dengan hari raya kemenangan idul fitri. Bentuk rasa syukur dapat diungkapkan dengan ucapan Alhamdulillah, atau dengan melakukan kebaikan. Salah satu kebaikan yang menunjukkan rasa syukur adalah bersedekah. Memberikan kelebihan yang kita miliki kepada saudara sesama muslim yang merayakan Idul Fitri.

Makna Idul Fitri tahun ini mempertegas kepada kita pentingnya menguatkan institusi keluarga. Kondisi pandemi yang memaksa kita untuk tidak beraktifitas di luar rumah, menuntut para anggota keluarga mampu menjalankan peran masing -masing. Ayah sebagai kepala keluarga dapat menjalankan tugas yang sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Meskipun ia harus melakukan pekerjaan dari rumah (WFH), bukan berarti tidak peduli dengan istri dan anak-anaknya.

Demikian pula ibu, sebagai wakil kepala rumah tangga agar mampu menjadi seseorang yang mendampingi suami membantu menjalankan peran untuk mendidik dan menjaga anak-anak.
Mengarahkan mereka apa saja yang harus dilakukan selama beraktifitas di rumah. Membuat jadwal yang terarah berisi aktifitas yang positif dan kreatif sehingga tidak membosankan selama berada di rumah. Anak-anak yang masa pandemi itu di rumah akan merasa nyaman dengan jadwal yang terencana. Dari sini akan terbangun suasana yang bahagia, nyaman, dan dinamis. Membangun kedekatan individu antara anggota keluarga dan tidak muncul masalah serius yang menyebabkan keretakan.

Jadi, seyogyanya Idul Fitri sebagai momen untuk refleksi diri, langkah awal untuk berubah menjadi seorang individu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Perubahan tidak selalu harus diawali dengan langkah yang besar. Sebuah langkah perubahan bisa diawali dengan melakukan refleksi diri, sehingga kita memiliki perspektif yang baru melihat dunia dari sisi yang berbeda. Apabila dilakukan rutin, refleksi diri dapat membantu meningkatkan self-awareness.
Agar kita dapat mengerti emosi, hasrat, semangat, dan juga mampu membuat kita lebih merasakan makna hidup.

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Taqabbal Ya Karim.

*) Mahasiswa STIT Syeikh Burhanuddin Pariaman. Prodi Pendidikan Agama Islam.

Ads

IMG-20230107-WA0016
20221218_171931
IMG-20221218-WA0002
20240106_175354
IMG-20230107-WA0016 20221218_171931 IMG-20221218-WA0002 20240106_175354

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Do NOT follow this link or you will be banned from the site!